beritajowo.com // Semarang - Tradisi sadranan atau nyadran menjelang Bulan Ramadhan, masih banyak dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah Jawa Tengah.
Berziarah ke makam leluhur yang lebih dikenal dengan istilah “Sadran” atau “Nyadran” berasal dari Bahasa Sansekerta “sraddha” yang artinya keyakinan.
Selain itu Nyadran juga berawal dari kata kerja dalam Bahasa Jawa, (Sadran = Ruwah, Syakban) yang juga dimaknai dengan Sudra (orang awam).
Baca Juga: Ruwah, Bulan untuk ‘Meruhi’ Para Roh Arwah
Menyudra berarti berkumpul dengan orang awam yang mengingatkan kita akan hakekat bahwa manusia pada dasarnya sama.
Di sisi lain juga ada yang mengatakan bahwa Nyadran berasal dari kata Sodrun yang berarti Dada atau Hati.
Adapun perubahan pengucapannya mungkin dikarenakan lidah masyarakat setempat yang umumnya orang Jawa sehingga istilah-istilah tersebut berubah menjadi “Nyadran”.
Baca Juga: Warga Gunung Sumbing Gelar Nyadran Sambut Ramadhan
Tradisi membersihkan makam leluhur ini biasanya dllaksanakan setiap hari ke-10 bulan Rajab atau tanggal 15, 20, dan 23 Ruwah atau Sya’ban.
Dalam ziarah kubur, biasanya peziarah membawa bunga telasih. Bunga telasih melambangkan kedekatan hubungan antara peziarah dengan arwah yang diziarahi.
Artikel Terkait
Simak Ribetnya Tradisi Upacara Adat Jawa Mitoni atau 7 Bulanan
Sejarah Apem yaa qowiyyu Ki Ageng Gribig Berawal dari Tradisi Jawa
Ramalan Zodiak LIBRA hari ini Selasa perlu tetap Santai untuk Bahagia