• Kamis, 21 September 2023

Mendag RI Tawarkan Bantu AS Atasi Defisit Neraca Perdagangan

GTG
- Minggu, 15 Juli 2018 | 18:35 WIB
foto: istimewa
foto: istimewa

beritajowo.com / jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim bahwa Pemerintah Indonesia akan membantu Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mencari jalan keluar atas permasalahan defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia.

Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia defisit US$1,52 miliar secara bulanan pada Mei 2018. Defisit tersebut lebih rendah ketimbang April 2018 yang sebesar US$1,63 miliar.

Pun demikian, Lukita akan melakukan lawatan ke ke AS untuk membahas jalan keluar tersebut saat bertemu dengan Kementerian Perdagangan AS dan Badan Perwakilan Dagang AS. 

"Indonesia siap bermitra dengan AS untuk mengidentifikasi dan mengatasi isu defisit perdagangan karena kedua negara memiliki produk dan jasa yang tidak bersaing, tetapi saling melengkapi," ujarnya, Jumat (13/7) malam. 

Adapun, salah satu jalan keluar yang bisa ditawarkan adalah memberikan komitmen untuk meningkatkan transaksi perdagangan, baik secara pemerintah dengan pemerintah maupun pebisnis dengan pebisnis. 

Ia mengaku akan turut memboyong para pengusaha Indonesia dalam lawatannya nanti. "Momen kunjungan ke AS kali ini juga untuk melakukan forum bisnis bersama para pengusaha asal AS," terang dia. 

Pencarian jalan keluar ini turut menjadi langkah pemerintah untuk meyakinkan Badan Perwakilan Dagang AS bahwa Indonesia masih layak (eligible) untuk mendapatkan fasilitas preferensi bea masuk (Generalized System of Preferences/GSP) dari AS. 

Sebab saat ini, USTR sedang mengevaluasi kelayakan Indonesia menerima GSP dari sisi indikator akses pasar dan hambatan perdagangan. Bila Indonesia dianggap tak layak, maka fasilitas GSP tak akan diberikan lagi pada tahun depan. 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan bila negosiasi ini tak berhasil dan GSP tetap dihapuskan bagi Indonesia, tentu akan memberi dampak ke kinerja ekspor Tanah Air di masa mendatang. 

Jumlah nilai ekspor Indonesia yang mendapat fasilitas GSP hanya sekitar US$1,9 miliar atau 10 persen dari nilai perdagangan dengan AS mencapai US$21 miliar per tahun. Meski begitu, komoditas ekspor utama Indonesia tidak akan terpengaruh penghapusan GSP ini. 

"Tapi, begitu dinyatakan tidak eligible, semuanya kena dan repot. Tapi, begitu masih eligible, baru kami negosiasikan untuk komoditas lainnya," jelasnya. 

Oke bilang sejatinya pemerintah Indonesia telah mengantongi bocoran hal-hal yang akan dipermasalahkan AS ke Indonesia. Sayang, ia enggan membagi informasi itu. 

Namun, ia memastikan bahwa hal-hal yang dipermasalahkan itu sudah disiapkan jawabannya, sehingga diharapkan bisa meyakinkan kembali USTR agar tetap memberi GSP ke Indonesia. 

"Belum boleh (dibagikan). Tapi intinya, ada soal komoditas dan regulasi. Untuk regulasi ini sebenarnya sudah kami rombak, jadi sudah dilakukan, tinggal kami klarifikasi. Contohnya soal hortikultura," imbuh dia. 

Oke memastikan tudingan dari AS tak serta merta membuat pemerintah akan melemah dan mengubah regulasi dengan mudah hanya demi AS. Namun, bila regulasi itu memang bisa dilonggarkan dan tetap memberikan untung bagi Indonesia, tentu bisa saja dilihat kembali. 

"Intinya dengan matang kami lihat," pungkasnya.

Editor: GTG

Terkini

X